Tak Semestinya Polisi Hadapi Unjuk Rasa dengan Penangkapan Pendemo
JAKARTA - Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menyayangkan masih ada tindakan represif aparat kepolisian yang menangkap sejumlah peserta aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang berujung bentrokan kemarin.
Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho menyatakan, prinsip penanganan unjuk rasa mestinya lebih ditekankan pada menghalau massa, bukan pengejaran dan penangkapan.
"Penanganan unjuk rasa diharapkan untuk lebih bersifat menghalau, serta menghindarkan dari pengejaran dan/atau penangkapan," kata Teguh dalam keterangannya, Jumat, 9 Oktober.
Baca juga:
Saat aksi demonstrasi berlangsung, sekitar pukul 15.00 WIB kemarin, aparat kepolisian telah menembakkan gas air mata di sejumlah titik untuk memukul mundur para pendemo.
Kata Teguh, mestinya tim intelijen bisa memperhatikan keseimbangan antara jumlah peserta dan bobot ancaman para petugas. Serta, bisa menurunkan jumlah personel yang memadai, sebelum menggunakan alat kekuatannya.
"Fungsi intelijen mestinya bisa memiliki informasi awal untuk mengetahui jumlah massa dan perbandingan jumlah personel yang perlu diturunkan akan lebih memadai, termasuk rotasi personil untuk menghindari kelelahan yang memicu emosi para personel," ungkap Teguh.
Oleh sebab itu, Teguh mendesak jajaran kepolisian, khususnya Polda Metro Jaya untuk mengedepankan pendekatan pencegahan melalui pengumpulan data inteligen dalam menentukan tindakan dan upaya persuasif seperti berdialog untuk memelihara keamanan saat unjuk rasa.
"Maka, sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban, sebisa mungkin tidak menggunakan pendekatan hukum atau yang sifatnya represif, kecuali bagi yang melakukan pelanggaran atau terdapat dugaan tindak pidana," tutur dia.
Sebagai informasi, polisi mengamankan 1.192 orang perusuh yang diduga merupakan anggota kelompok anarko. Mereka diamankan ketika membuat kericuhan pada aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, ribuan orang itu diamankan pada 7 dan 8 Oktober. Mereka diamankan sebelum kericuhan terjadi.
"Sampai dengan detik ini memang ada 1.192 (orang) kita amankan, sebelum dilakukan rusuh itu memang kita lakukan razia," ujar Yusri.
Berdasarkan pendataan, mereka banyak berasal dari luar Jakarta. Mereka sengaja datang ke ibu kota untuk ikut aksi demo dan membuat kericuhan.
Hal itu diketahui berdasakan pemeriksaan ponsel dan keterangannya. Sebab dari ponsel mereka ditemukan ajak-ajakan untuk membuat kericuhan pada aksi demonstrasi mahasiswa dan buruh.