Kasus Penganiayaan Pegawai Adira Finance di Bogor, Komnas Perempuan: Lapor Polisi, Proses Hukum!

JAKARTA - Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang wanita kembali terjadi. Kali ini korbannya berinisial ES (27), pegawai Adira Finance Cabang Tanah Sereal, Kota Bogor yang diduga dianiaya seorang pria berinisial W yang merupakan rekan kerjanya.

Menanggapi kasus tersebut, Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini mengatakan bahwa kejadian ini merupakan tindak pidana penganiayaan yang dapat dilaporkan kepada polisi dan melalui proses hukum. Aksi yang dialami korban memperlihatkan pentingnya pengaturan kerja tanpa kekerasan di lingkungan kerja, mengingat setiap orang memiliki latar belakang berbeda.

Ia berpandangan bahwa perbedaan pendidikan dan pengetahuan antara perempuan dan laki-laki potensial akan menimbulkan ketimpangan berbasis gender.

"Yaitu, apabila laki-laki menganggap dirinya lebih berpengetahuan atau berpendidikan lebih tinggi dan karena itu seharusnya dirinya yang menjadi pemimpin atau seharusnya diutamakan oleh perusahaan," kata Theresia kepada wartawan, Sabtu 16 April.

Dirinya pun berharap agar pihak perusahaan mana pun, tak terkecuali BUMN dapat secara bijak menempatkan diri sebagai mediator dan tidak melakukan tekanan apapun terhadap korban.

“Jika sudah dilaporkan, maka harus segera diprosesnya kasusnya di kepolisian, dan tanyakan perkembangannya,” ujarnya.

Sementara itu kuasa hukum korban, Faksi Septian Mahargita mengatakan bahwa sebelumnya sempat dilakukan mediasi yang diinisiasi oleh pelaku di Kantin Adira Finance pada Kamis 14 April 2022, sekitar pukul 10.00 WIB.

"Atas inisiasi pelaku, kemarin telah dilakukan mediasi namun pada awalnya yang akan hadir yaitu hanya pelaku, korban, dan kepala marketing Adira saja. Akan tetapi pada saat proses tanda tangan, datang perwakilan outsourcing tanpa diundang oleh pelaku maupun oleh korban," kata Faksi kepada wartawan.

Faksi mengatakan bahwa korban ES merupakan karyawan outsourcing yang telah mengabdi untuk perusahaan Adira selama kurang lebih 9 tahun.

"Mediasi tidak menghasilkan kesepakatan apapun karena perwakilan perusahaan ditengarai melakukan penekanan psikis, sehingga klien kami yang sedang mengalami trauma menjadi down kembali," kata dia.

Ia mengatakan bahwa perwakilan perusahaan sempat melontarkan kalimat-kalimat yang tidak selayaknya diucapkan serta melakukan pengancaman terhadap korban.

"Seperti, 'Kami bisa melakukan penuntutan balik’ dan sebagainya sembari menyebut bahwa perusahaan tempat korban bekerja adalah perusahaan BUMN, padahal yang bersengketa itu adalah antara korban dan pelaku," lanjut Faksi.

Sehingga menurutnya, perwakilan perusahaan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan intimidasi dan mendesak korban.

“Oleh karenanya kami mendorong pihak kepolisian untuk tetap menjalankan proses hukumnya sesuai prosedur yang ada. Mari kita buktikan saja di Pengadilan," ujarnya.

[/see_also]

- https://voi.id/berita/158192/sudah-saling-berdamai-dan-tersangka-juga-baru-pertama-melakukan-kasus-penganiayaan-di-minahasa-diselesaikan-secara-restorative-justice

- https://voi.id/berita/157914/oknum-polisi-yang-aniaya-pedagang-cilok-di-mimika-ditahan-propam

- https://voi.id/berita/157625/penahanannya-ditangguhkan-korban-yang-bikin-2-pembegalnya-tewas-di-ntb-berharap-bebas-murni

[/see_also]

Senada, aktivis perburuhan yang juga Tenaga Ahli aplikasi Gajimu.com, Dela Feby Situmorang mengatakan terkadang kekerasan berbasis gender seperti itu, dilatarbelakangi sesama relasi kuasa, karena satu level pekerjaan.

"Menurutku ini kasus kekerasan berbasis gender di dunia kerja. Menggunakan kuasanya sebagai laki-laki untuk menganiaya rekan kerja perempuan," kata Dela kepada wartawan.

Sehingga menurutnya, pertama pihak korban segera melaporkan kasus tersebut ke kepolisian. Kedua, perusahaan harus menindak tegas dan memberikan sanksi terhadap pelaku.

Untuk itu, pihak perusahaan harus mendukung penuh dan menyerahkan kasus tersebut ke pihak kepolisian yang menangani. "Perusahaan harus mendukung proses pidana di kepolisian," kata dia.

Lebih lanjut, untuk memastikan tindakan serupa tidak terulang, Dela mengatakan harus ada tata tertib/peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama mencegah kekerasan berbasis gender.

"Ketiga pengawas ketenagakerjaan harus turun mengawasi perusahaan melakukan pencegahan dan penindakan untuk pelaku," ujarnya.

"Menurutku pengawas yang harus desak perusahaan. Karena kalau ke pidana/kepolisian ini kan jadi tanggungjawab pelaku secara pribadi," lanjut Dela.

Dirinya pun menyarankan agar korban bisa mengadukan kasus tersebut ke Komnas Perempuan.

Menurutnya itu dilakukan, agar Komnas Perempuan bisa mengeluarkan rekomendasi dan rujuk korban untuk dapat pendampingan hukum.

“Lapor polisi. Desak perusahaan!” kata Dela.