Minta Buka Big Data, PKB: Kalau Luhut Baik Hati, Bagilah Kita Datanya Buat Referensi

JAKARTA - Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid meminta Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membuka big data yang diklaimnya terkait aspirasi rakyat yang inginkan penundaan pemilu.

"Kalau Pak Luhut baik hati, bagi lah ke kita datanya. Supaya kita bisa gunakan juga datanya sebagai referensi," ujar Jazilul, Rabu, 16 Maret.

Sejauh ini, lanjut Jazilul, usulan penundaan pemilu masih dalam tahapan pembicaraan di internal PKB. Karena baru sebatas wacana, kata dia, maka layak untuk didiskusikan bersama-sama sebab partai-partai belum satu suara.

"Sampai hari ini masih ada partai yang maju mundur. Ini masih pada tahap wacana, belum sampai pada forum pengambilan keputusan. Sering partai-partai dalam membahas undang-undang ikut terus, tapi pada tahap pengambilan keputusan tidak setuju," ungkapnya.

Meski begitu, Wakil Ketua MPR itu menegaskan, wacana penundaan pemilu bisa berjalan apabila rakyat Indonesia menghendaki.

Jika nantinya harus ada amendemen UUD 1945, maka perlu juga dibahas pasal mana saja yang mesti diubah. Serta pertimbangan partai-partai yang menolak dan setuju.

"DPR, MPR adalah cerminan kehendak rakyat. Kalau wacana ini mendapatkan dukungan rakyat kuat maka cukup alasan bagi MPR menjalankan amendemen," jelasnya.

"Tapi bagi PKB, ini baru pada tahap dasar. Kalau didukung rakyat. Kalau nggak, ya berhenti. Penundaan pemilu kapan, waktu masih dua tahun. Perbincangan publik masih bisa berubah," tambah Jazilul menandaskan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan ogah membuka big data yang dirinya klaim mendukung penundaan Pemilu 2024. Luhut menegaskan data yang dirinya sampaikan adalah data asli.

Politikus Golkar itu mengingatkan saat ini teknologi sudah canggih sehingga memungkinkan untuk membaca preferensi masyarakat.

"Ya pasti adalah, masak bohong? Ya janganlah, buat apa dibuka?," kata Luhut di Hotel Grand Hyatt Jakarta, Selasa, 15 Maret.

Luhut mengklaim big data itu menangkap keresahan masyarakat tentang pemilu. Menurutnya, masyarakat tidak setuju dengan gelaran pemilu yang mahal di saat pandemi.

Dia juga mengklaim masyarakat belum siap menghadapi polarisasi politik. Ia menyebut publik ingin keadaan yang damai saat ini.

"Kalau saya, saya hanya melihat di bawah, saya kan sudah sampaikan, kok rakyat itu nanya, yang saya tangkap ini ya, saya boleh benar, boleh enggak benar," ujarnya