Adu Urat Penundaan Pemilu: PDIP Singgung 9 Fraksi Sepakat 14 Februari 2024, PKB Ngeyel Butuh Kehendak Rakyat

JAKARTA - Wacana penundaan Pemilu 2024 masih terus digulirkan. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai pengusul tetap kekeuh gelaran Pemilu bisa ditunda hingga dua tahun ke depan. Padahal enam partai sekalian PAN dan Golkar sudah tegas menyatakan menolak penundaan pemilu. 

Meski Presiden Joko Widodo sudah menyatakan sikap, namun dinilai masih kurang ada penegasan. Belakangan, ketua umum partai politik justru mulai mengadakan pertemuan. 

Terbaru, pada Kamis, 10 Maret, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyambangi Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di markasnya. Airlangga menilai para ketum parpol butuh bertemu untuk mendiskusikan usulan tersebut. Tapi NasDem mengaku tidak akan pro aktif menginisiasi pertemuan. 

Di hari yang sama, PDIP dan PKB justru adu argument di Parlemen. PDIP menegaskan wacana penundaan pemilu bukan lagi sebuah perdebatan. Sebab sudah jelas 9 fraksi sepakat pemilu jatuh pada 14 Februari 2024. Sementara, PKB tetap ngeyel mengajukan usulan. 

Menurut PDIP, wacana penundaan Pemilu Serentak 2024 tidak perlu menjadi perdebatan panjang, andai semua kembali pada keputusan 9 fraksi partai politik di DPR RI bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu.

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, mengingatkan bahwa sebanyak 9 fraksi di parlemen telah sepakat pemilu akan berlangsung pada 14 Februari 2024.

“Komisi II DPR RI dari seluruh fraksi sudah sepakat, bahwa pelaksanaan pungut hitung akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024, dan saya kira ini sesuatu yang sudah clear, tidak perlu kita berdebat terlalu panjang,” tegas Rifqi di Komplek Parlemen, Kamis, 10 Maret. 

Legislator PDIP ini menambahkan, masa jabatan presiden telah tertuang dalam konstitusi, yaitu maksimal dapat menjabat dua periode masing-masing lima tahun.

“Saya kira ini sangat pas dengan platform politik PDI Perjuangan yang terus mengedepankan Pancasila dan konstitusi Undang Undang Dasar tahun 1945,” kata Rifqi.

Menurutnya, mewacanakan kembali menunda pemilu sama saja dengan menyuarakan dilakukan amandemen terhadap konstitusi. Hal ini, yang tidak dikehendaki PDIP karena akan lebih banyak dampak negatif daripada manfaat dari amandemen.

“Kalau amandemen itu dibuka, maka tentu akan menjadi kotak pandora bagi proses berbangsa. Karena, tentu bukan hanya soal isu kepemiluan yang relevan dibicarakan, tapi itu yang lain,” tukasnya. 

Sementara, Anggota Fraksi PKB Jazilul Fawaid menegaskan, partainya akan tetap mendukung wacana penundaan Pemilu 2024. Hanya saja, PKB menyadari bahwa untuk merealisasikan hal tersebut dibutuhkan dukungan dan kehendak rakyat.

"Ya kita maju, kalau tadi dapat dukungan dari rakyat. Kalau enggak dapat dukungan maju gimana?," kata Jazilul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 10 Maret. 

Waketum PKB itu melanjutkan, pihaknya juga mempertimbangkan kehendak rakyat terhadap wacana penundaan Pemilu 2024.

Terkait amendemen konstitusi untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), Wakil Ketua MPR itu mengatakan hal tersebut masih dikaji lebih dalam. Harapan hadirnya PPHN melalui amendemen juga disebut membutuhkan dukungan masyarakat.

"Pasti semua akan menjadi pertimbangan. Toh ini belum sampai apa-apa. Sama lah wacana amandemen GBHN (PPHN) kan juga bertahun tahun itu. Itu juga diam di tempat kok," kata Jazilul.

"Karena apa? Kita butuh kajian yang panjang, kita butuh kehendak rakyat, butuh mekanisme," tambahnya.

Sementara soal wacana penundaan pemilu, Jazilul menegaskan hal itu memang tidak diatur dalam Konstitusi UUD 1945. Oleh karenanya, Wakil Ketua MPR itu mengatakan perlu ada diskusi lebih dalam apakah penundaan Pemilu perlu diatur dalam Konstitusi atau tidak.

"Konstitusi kita memang tidak ada mengatur penundaan. Nah makanya kami dari Fraksi PKB tentu akan terus mewacanakan itu sekaligus mendiskusikan perlu tidaknya diatur di dalam konstitusi terkait penundaan," pungkas Jazilul.