Ahok Usul Kementerian BUMN Dibubarkan, Pengamat: Lanjutkan, Libas Saja

JAKARTA - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengusulkan agar Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibubarkan. Hal ini karena tata kelola perusahaan negara selama ini tidak efisien.

Pengamat ekonomi energi dari Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman sependapat dengan Ahok. Dirinya memberikan apresiasi terhadap langkah Ahok dalam memberikan kritik internal korporasi.

"Kami mengapresiasi langkah Ahok, maju terus saja, libas," tuturnya dikutip dari Antara, Rabu 16 September.

Kinerja buruk perusahaan pelat merah ini, kata Yusri, terlihat dari keganjilan bagaimana Pertamina tidak menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) di saat harga minyak dunia tengah anjlok drastis.

Sejak awal April hingga Juni, Pertamina tidak menurunkan harga BBM sepeserpun ketika harga minyak dunia pada posisi terendah selama 43 tahun terakhir. Menurut Yusri, hal ini karena telah terjadi inefisiensi di proses bisnis Pertamina dari hulu ke hilir.

Yusri mengatakan, Ahok bisa mengambil langkah tegas di Pertamina. Sebab di posisi jabatan Komisaris Utama, Ahok memiliki beberapa aturan yang dapat mengarahkan Pertamina memberikan evaluasi terhadap kinerja.

Hal ini sesuai dengan UU nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 31 UU BUMN nomor 19 tahun 2003 tentang tugas seorang komisaris BUMN yakni mengawasi dan menasehati direksi, serta tugas dan wewenangnya komisaris lebih lengkap.

Sementara itu, kata Yusri, lebih detail tentang peran komisaris BUMN diatur pada Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN.

"Sangat bisa melakukan tindakan semua itu, atau paling tidak dia bisa membuat rekomendasi dari dewan komisaris ditujukan kepada menteri BUMN untuk mengganti jajaran direksi dan komisaris di holding dan sub holding serta di cucu dan cicitnya yang telah terlanjur menempatkan orang yang tidak mempunyai kompetensi dan integritas serta tidak kredibel," tuturnya.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengaku sependapat juga dengan Ahok. Menurut dia, Kementerian BUMN memang seharusnya dibubarkan.

Alasannya, kata Fahmy, fungsi utama kementerian BUMN hanya koordinasi seluruh BUMN, sedangkan fungsi supervisi dilakukan kementerian teknis. Adanya dua kementerian itu menyebabkan sikap BUMN seringkali mendua dalam pengambilan keputusan strategis.

"Kementerian BUMN hampir tidak berkontribusi dalam perbaikan tata kelola yang efisien dan transparan. Perannya lebih sebagai kepanjangan tangan kelompok kepentingan, politisi dan endorser dalam menempatkan komisaris dan direksi," katanya, saat dihubungi VOI.

Fahmy menilai, seringkali kekuatan endorser lebih powerful ketimbang pertimbangan kinerja dalam pengangkatan direksi. Kinerja Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati jeblok, profit cenderung turun, gagal menaikkan lifting dan bangun kilang. Namun, menurutnya, tetap saja diangkat kembali sebagai dirut Pertamina.

"Lebih anomali lagi dan blunder Wakil Komut Pertamina dirangkap oleh wakil menteri BUMN," tuturnya.

Karena itu, kata Fahmy, Kementerian BUMN memang harus dibubarkan dan diganti dengan membentuk Super Holding yang membawahi berbagai holding BUMN, dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.