Lapisan Ozon Bumi yang Kembali Pulih di Tengah Pandemi COVID-19
Foto lapisan atmosfer (dok. NASA)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah peneliti melaporkan bila lapisan ozon yang berada di atas benua Antartika mengalami pemulihan. Kondisi ini terjadi karena berkurangnya penggunaan zat kimia chlorofluorocarbon (CFC) secara global, terlebih tak adanya aktivitas industri selama pandemi corona.

Lapisan ozon merupakan perisai pelindung bumi yang berada di stratosfer, fungsinya untuk menyerap radiasi ultraviolet yang dipancarkan dari Matahari. Tanpa lapisan ozon, semua makhluk yang ada di Bumi takkan bisa bertahan hidup.

Menurut laporan dari seorang peneliti di Universitas Colorado Boulder, bernama Antara Banerjee, menyebutkan jika lapisan ozon mengalami pemulihan. Hal ini diketahui berdasarkan data dari pengamatan satelit dan simulasi iklim, terkait temperatur atmosfer, cuaca dan tingkat curah hujan. 

"Kami menemukan tanda-tanda adanya perubahan iklim di belahan Bumi selatan, khususnya dalam pola sirkulasi udara," ungkapnya. 

Banerjee menyampaikan pemulihan ozon sebagian besar berkat Protokol Montreal yang disepakati secara internasional pada tahun 1987, dengan melarang produksi zat perusak ozon. Sebab di masa lalu, penggunaan zat CFC telah menyebabkan lapisan ozon rusak.

"Jika kita tetap mematuhi protokol ini maka lubang ozon diproyeksikan untuk pulih. Di beberapa daerah, kami pikir itu mungkin terjadi dalam beberapa dekade mendatang dan di tempat lain jauh di akhir abad ini," paparnya.

Dalam studinya, Banerjee menjelaskan tentang sirkulasi aliran udara (jet stream) yang terjadi pada garis lintang di belahan selatan bumi secara bertahap bergeser ke Kutub Selatan. Hal itu terjadi karena penipisan lapisan ozon secara global. 

Menurut Banerjee, dengan berhentinya pergerakan arus angin dimulai ketika lubang pada lapisan ozon mulai membaik. Bila hal ini berlangsung secara stabil, ada kemungkinan di masa depan lapisan ozon akan kembali pulih sepenuhnya, seperti pada dekade terakhir abad ke-20.

Ia memperkirakan kembalinya kondisi ozon seperti tahun 1980-an baru bisa terjadi sekitar 2030 di belahan bumi utara. Sementara untuk belahan bumi selatan pada 2050, dan lapisan ozon di Antartika baru bisa pulih pada akhir 2060-an.

Citra lapisan ozon (dok. Nasa)

Melansir dari Science Alert, lapisan ozon kian menipis sejak beberapa dekade terakhir. Alhasil perubahan pola cuaca berlangsung secara tidak biasa, sejak lubang ozon pertama ditemukan pada 1982. 

NASA dan National Oceanic and Atmospheric Administration, memvisualisasikan lapisan ozon yang kian pulih. Ini menjadi atribusi tersendiri bagi para peneliti, bagaimana zat karbon dioksida dan faktor manusia mempengaruhi alam. 

"Mengidentifikasi jeda yang digerakkan ozon dalam tren sirkulasi dalam pengamatan di dunia nyata menegaskan untuk pertama kalinya, apa yang telah diprediksi oleh komunitas ozon ilmiah dari teori," ujar salah satu peneliti, John Fyfe.

Di sisi lain, berkurangnya aktivitas manusia di luar ruangan selama pandemi COVID-19 berlangsung juga turut memberikan dampak positif bagi Bumi. Kualitas udara di berbagai negara seperti China, dan Eropa kian hari menunjukkan pemulihan dari polusi.